Kamis, 29 Oktober 2009

MENUJU POLA HIDUP HEMAT

KEHARUSAN membudayakan pola hidup hemat, bukan hanya golongan ekonomi menengah ke bawah. Tetapi, pada hakikatnya berlaku bagi semua orang. Hanya cara penghematannya yang berbeda. Jika orang kaya setiap akhir pekan sekeluarga makan di restauran tentu tidak termasuk pemborosan, lain halnya dengan keluarga yang penghasilannya pas-pasan. Jangankan setiap akhir pekan makan di restauran, setahun sekalipun tidak pernah di programkan.
Jadi. Pola hidup hemat, bukan karena jumlah rupiah yang banyak dikeluarkan setiap harinya, tetapi adanya keseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran. Meskipun pengeluarannya banyak, tapi saldonya masih banyak, tidak termasuk pemborosan alias tergolong pola hidup hemat.
Yang terpenting, jangan sapai lebih besar pasak dari pada tiang. Sabda Rasul: “Sungguh beruntung orang yang hemat lagi bekerja keras” (HR. Ahmad) Maka benar kata orang: “Jika anda tidak bisa menghargai uang satu rupiah, maka anda tidak akan bisa menghargai uang seribu rupiah”.
Penghematan
Ada banyak cara menyikapi menuju pola hidup hemat: 1) Program eliminasi atau penghilangan biaya: Kegiatan yang dianggap tidak perlu dilakukan, meskipun terlihat spele tetapi sarat dengan makna dalam menyikapi penghematan. Misalnya, membiasakan mematikan lampu pada saat seluruh anggota keluarga mulai tidur, dan mematikan TV ketika shalat. 2) Program pengurangan biaya atau reduksi: Misalnya apakah AC harus dihidupkan secara terus menerus selama 24 jam ? Ketika larut malam biasanya suhu udara mulai turun, anak-anak dan seluruh anggota keluarga sudah tidur. Saat itulah AC dimatikan, dan menggantinya dengan kipas angin, hal ini tidak mengurangi kenikmatan tidur. 3) Melakukan program subsitusi atau penggantian menekan biaya: Barang-barang keperluan rumah tangga dan perabot lainnya yang diimpor dari luar negeri, harganya jauh lebih mahal ketimbang buatan dalam negeri dan kualitasnya cukup bagus. Untuk penghematan, gunakanlah buatan dalam negeri. 4) Program komplementer atau penambahan untuk menekan biaya: Cara yang ke empat ini beda dengan poin 1 s.d 3. Khususnya bagi komunitas lansia, usahakan mengkonsumsi jus buah yang segar secara rutin. Hal ini, perlu biaya tambahan untuk membeli buah segar. Tetapi, ini adalah cara penghematan, sebab dengan rutin mengkonsumsi jus buah yang segar, kesehatan anggota tubuh menjadi sehat bugar, yang dengannya dapat mengurangi pengeluaran biaya kesehatan untuk berobat ke dokter.
Barang bekas
Masyarakat kita pada umunya kurang menghargai barang-barang bekas, setiap rumah pasti ada barang bekas yang bisa di uangkan. Katakanlah, botol kecap kosong, kardus dan barang bekas lainnya. Jika setiap menemukan barang bekas di rumah dan sekitarnya lalu dikumpulkan dengan baik selama satu tahun. Lalu dijual menjelang Hari Raya Idul Fitri. Kan, bisa menambah belanja dapur untuk sajian 1 Syawal.
Mungkin anda pernah melihat kotak tempat penjepit kertas (paper clips), isi dan ukurannya beragam. Didalam kotak tersebut, sejumlah penjepit kertas bekas yang dipergunakan kembali (didaur ulang). Untuk itu, kebiasaan membuang penjepit kertas yang sudah dipakai jangan terulang, sebaiknya dikumpulkan untuk dimanfaatkan kembali.
Hal yang sama, ketika anda memfoto copy sekian eksemplar makalah atau dokumen lainnya, ternyata nota pembayaran yang diberikan kepada anda terbuat dari kertas bekas yang sudah tidak dipakai lagi, semua itu cara hidup hemat.
Memang, sebutir pasir sangat tidak berarti dalam kehidupan, tetapi jika butiran-butiran pasir tersebut dikumpulkan dan dimenej dengan baik, hingga bertumpuk-tumpuk dan menggunung. Jika melihat tumpukan pasir sebanyak itu, dalam benak kita adalah uang jutaan rupiah.
Konon, masyarakat Barat pada umunya dan termasuk orang-orang kaya, mereka tidak merasa malu melakukan yard-sale atau grage-sale. Adalah mereka menjajakan barang-barang yang sudah tidak dipakai di halaman rumah dan /atau di garasi mobilnya. Barang-barang bekas mereka jual hanya untuk mengumpulkan uang sekian puluh dolar. Uang hasil penjualannya itu. dari sudut pandang manapun, terlihat kurang berarti dan bahkan sangat kurang berarti bagi si penjualnya. Tetapi, begitulah cara mereka dalam hal menghargai dolar.
Mengelola keuangan
Untuk merealisasikan pola hidup hemat, supaya menghindari kesalahan sekecil apapun dalam pengelolaan keuangan. Para pakar keuangan keluarga di Barat, telah diidentifikasi berbagai kesalahan pengelolaan keuangan. Hal ini, harus dihindari sehingga dapat mewujudkan pola hidup hemat, antara lain:
1. Kebiasaan berandai-andai, seseorang nekat membeli lotre dengan harapan akan mendapatkan hadiah utama, yang nilainya ratusan juta dan bahkan milyaran rupiah. Selain itu, dalam benak kita berharap mendapatkan harta warisan dalam jumlah yang sangat besar. Dan berhenti menabung, juga berhenti membayar hutang, menunggu saat yang lebih baik, baru akan menabung dan membayar hutang lagi.
2. Menunggu hujan turun padahal tidak memiliki payung, saat ini baru kita sadar bahwa keseluruhan biaya rutin bulanan yang harus dibayarkan setiap bulannya sekian x rupiah, sedangkan tidak ada lagi sisa uang untuk ditabung. Ada keluarga yang sakit dan harus berobat dengan biaya yang cukup mahal, saat itu kita baru sadar tidak mampu menyumbang biaya pengobatan tanpa berhutang. Terlebih orang tua kita sakit sedangkan tidak punya uang untuk membentu mereka. Dan bahkan biaya liburanpun harus menambah hutang padahal hutang sebelumnya, juga belum lunas.
3. Kebiasaan memberi makan “monster” (pos pengeluaran yang besar), kita mempunyai hutang 3x lebih besar ketimbang pendapatan kotor tahunan. Dengan begitu, setiap bulannya tidak bisa menabung, yang dengannya juga tidak bisa menyumbang kepada handai tolan yang sangat membutuhkan pertolongan. Akhirnya, hidup kita susah karena tidak bisa mengatur keuangan, dan justru keuanganlah yang mengatur kita.
4. Mengabaikan hubungan keuangan dengan kesehatan, ada banyak orang dan mungkin juga teramsuk kita, kurang peduli berolah raga secara rutin tiga kali dalam seminggu. Sehingga mengabaikan minuman kesehatan secara rutin, misalnya minuman mutli vitaman semacam suplmen mineral. Dengan begitu, kurang memperhatikan pentingnya melakukan tes kesehatan secara berkala. Akhirnya, keuangan dan kesehatan kita tidak stabil, yang dengannya badan menjadi kurus kering dan tidak bergairah lagi karena stress.
5. Kendaraan harus mencerminkan siapa kita ? Untuk menjaga gengsi, terpaksa kita harus membeli atau menyewa beli (leasing) mobil baru, padahal kita sudah memiliki kendaraan roda empat. Dan bahkan, mobil kita lebih dari satu yang tidak digunakan sedikitnya dua kali seminggu. Dengan begitu, pembayaran tahunan keseluruhan biaya kendaraan, lebih kurang dari 5% penghasilan kotor tahunan.
Pola hidup hemat, sangat berkaitan dengan masalah keuangan. Perihal itu, pembelajaran mengelola keuangan harus dilakukan secara terus menerus. Sehingga, perilaku pentingnya sadar akan biaya, dapat diimplementasikan dalam keseharian kita. Hal ini, sangat membantu dalam mengatasi problema ekonomi dalam keluarga. Terlebih, saat ini harga sembako dan barang-barang lainnya terus meroket, seiring dengan semakin sulitnya mencari tambahan pendapatan.
Lalu bagaimana Pegawai Negeri Sipil (PNS) “yang bukan pejabat” ? Ekonomi PNS semakin terpuruk. Meskipun tahun 2010 yang akan datang, rencana pemerintah baru akan menaikkan gaji PNS sebesar 15% dari gaji pokok. Secara matematis, pendapatan PNS akan bertambah 15%. Namun, pada hakikatnya pendapatan mereka justru berkurang. Hal ini, karena kenaikkan harga-harga kebutuhan pokok, jauh lebih besar ketimbang kenaikkan gaji mereka.
Maka, kecakapan pengelolaan keuangan harus dilakukan oleh setiap anggota keluarga. Sehingga efisiensi dan keefektifan pemanfaatan keuangan, dapat membawa berkah dan tidak banyak terbuang sayang (mubazir). Inilah yang dinamakan menuju pola hidup hemat. Wallahu ‘alam.
H. Mansyur: Anggota asosiasi guru penulis PGRI Provinsi Jawa Barat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar