Jumat, 30 Oktober 2009

MENGIKUTI DAKWAH RASUL

SECARA sosiologis dakwah Rasul mempunyai tiga konsep. Pertama retorika atau menyampaikan, menyampaikan dalam bahasa agamanya dinamakan tablig. Setiap wahyu yang diterima dari Malaikat Jibril as senantiasa disampaikan kepada para sahabat.
Kedua menyejukkan, mengajak bukan mengejek, merangkul bukan memukul dan duduk bersanding bukan untuk bertanding. Yang tua supaya menyayangi yang muda, dan yang muda supaya menghormat kepada yang lebih tua. Dengan begitu, terciptalah dialog antar budaya (akulturasi budaya) sosialisasi dan implementasi. Konsep dakwah semacam ini juga dinamakan dakwah kultural.
Ketiga terstruktur, terbangunnya sebuah jaringan yang sangat solid, penyiaran islam di Madinah sangat cepat menyebar ke seluruh jazirah Arab dan meskipun menghadapi banyak rintangan dari musuh-musuh islam. Dengan mengedepankan kearifan ditengah-tengah masyarakat yang tergolong pluralis agama dan budaya saat itu. Akhirnya mereka sadar dan mengimani bahwa islam adalah agama yang diterima di sisi-Nya.
Rasul peneliti
Rasul Allah yang suci sejak usia muda belia menjadi seorang peneliti, ketika itu Rasul sering melakukan perjalanan jauh membawa barang-barang dagangannya ke arah sebelah utara jazirah Arab. Saat itulah Rasul dapat berinteraksi langsung dengan berbagai suku bangsa, agama, bahasa, dan budaya.
Dalam kesempatan itu, Rasul tak luput menghimpun data dan fakta (fact finding), mengenai berbagai aspek hidup dan kehidupan masyarakat di daerah itu. Rasul sangat kaya dengan pengalaman dan pengetahuan tentang geografis, sosiologis, etnografis, religius, psikologis, antropologis, dan budaya dari berbagai suku bangsa.
Data dan fakta yang dihimpun, kemudian menjadi pengetahuan yang amat berharga bagi Rasul di jamannya. Dari sanalah Rasul sering bertafakur, yang kemudian terinspirasi bahwa amoralitas dan perilaku masyarakat Arab saat itu karena atas kebodohannya.
Mereka menyembah banyak tuhan, berhala yang terbuat dari batu dan kayu. Dan bahkan sejumlah berhala menyerupai manusia dan makhluk lainnya yang terbuat dari adonan roti, lalu disembahnya dianggap sebagai tuhan.
Uniknya, jika mulai terasa lapar lalu tuhan-tuhan itu digoreng buat santapan mereka. Melihat masyarakat Arab yang dengan kejahiliyaannya itu, Rasul berkesimpulan bahwa mereka harus diselematkan dari kehancuran dan membangun sebuah landasan baru sebagai pedoman hidup mereka.
Dari sanalah, Rasul sering berkhalawat, bersemedi (tahannus) di Gua Hira yang agak jauh dari tempat tinggalnya. Di Gua Hira, Rasul di datangi oleh Malaikat Jibril as seraya membacakan surat al-‘alaq ayat 1 s/d 5 sebagai wahyu pertama diturunkan kepada Rasul yang memerintahkan untuk membaca.
Wahyu yang pertama turun, Rasul mulai berfungsi sebagai seorang pendidik dan pembimbing masyarakat (social educator). Rasul mulai melakukan revolusi mental masyarakat Arab, dari kebiasaan menyembah berhala, menghinakan kaum hawa, tidak memiliki prikemanusiaan, dan bahkan yang kuat menindas kelompok lemah. Rasul sebagai pendidik mampu mengubah dan menggugah tradisi bangsa Arab secara radikal menjadi bangsa yang hanya menyembah kepada Allah swt, menghormati kaum hawa, dan menjadi bangsa yang berprikemanusiaan tinggi.
Periodesasi
Muhammad Said Ramadhan al-Buti membuat peiodesasi dakwah Rasul. Awalnya, dakwah dilakukan secara rahasia melalui pendekatan diinter keluarga Rasul, tahapan ini dalakukan selama tiga tahun khususnya ketika di Mekah. Lalu, dakwah dilakukan secara terbuka berlangsung hingga Rasul hijrah ke Madinah. Dakwah terbuka dilakukan untuk memerangi kelompok kafir yang selalu merintangi, klimaksnya diadakanlah perjanjian Hudaibiyah antara kaum muslimin dengan kaum musyrikin pada tahun ke 6 hijrahnya Rasul.
Periode Madinah merupakan awal pembinaan kaderisasi bagi pengikut setianya Rasul. al-Khulaf al-Rasyidin merupakan kaderisasi yang paling awal dididik dan dibina oleh Rasul. Kaderisasi periode Mekah masih sangat terbatas, orientasinya baru pembinaan ketahuidan. Seiring dengan ayat-ayat al-qur’an yang turun, penekanannya pada pebinaan aqidah dan dalam beribadah hanya menyembah kepada Sang Khalik.
Kaderisasi periode Madinah mulai dikembangkan dan diperluas, orientasinya pembentukan masyarakat muslim di tengah-tengah masyarakat non muslim, muamalah, kemasyrakatan, kebangsan, ta’awun, ukhuwah, dan toleransi antar agama. Seiring dengan ayat-ayat al-qur’an yang turun di Madinah lebih komprehensif ketimbang ayat-ayat yang turun di Makkah.
Ayat-ayat yang turun bukan pada tempat yang hampa, tetapi berinteraksi langsung dengan masyarakat sekitar sehingga menimbulkan prto dan kontra diantara mereka. Hal ini sangat terlihat terwujudnya naskah perjanjian dan kerjasama komunitas muslim dan non muslim, yang kemudian perjanjian itu diabadikan sebagai Piagam Madinah.
Dengan begitu, fungsi Rasul terlihat semakin meningkat dari fungsi sebagai pendidik menjadi pembangun masyarakat (community builder) atau membangun Negara (state builder).
Pembangunan masyarakat Madinah di bawah kepemimpinan Rasul, penduduknya berubah secara radikal. Yang tadinya terkenal masyarakat biadab, lalu berubah menjadi masyarakat yang beradab. Yang tadinya masyarakat kebal hukum, lalu berubah menjadi sadar hukum. Yang tadinya masyarakat hanya mementingkan diri sendiri, lalu berubah menjadi sangat toleransi dan saling tolong menolong. Saat itulah penduduk Madinah kemudian terkenal dengan sebutan masyarakat madani.


Keberhasilan dakwah Rasul
Minimal dua faktor kebehasilan dakwah Rasul. Peratama, konsistensi kode etik dakwahnya yang tidak memisahkan antara ucapan dan perbuatan. Rasul tidak memerintahkan kepada orang lain yang ia sendiri tidak melakukannya. Dan bahkan Rasul sebagai uswatun hasanah dalam banyak hal melakukan kebajikan, baik dihadapan orang banyak maupun dalam kesendiriannya yang tidak diketahui orang lain.
Kedua, tidak ada kompromi dalam masalah aqidah, dengan tetap mengedepankan toleransi (tasamu) dalam batas-batas tertentu. Pada suatu ketika tokoh musyrik Mekah, seperti al_walid bin Mughirah, Aswad bin Abdul Muthabil, Umayyah bin Khalaf. Mereka datang kepada Rasul mengajak untuk mengikuti kepercayaan mereka dalam beribadah, dan sebaliknya mereka akan mengikuti praktik ibadah Rasul. Dengan begitu, Rasul dengan tegas menjawab: Aku berlindung kepada Allah dari kelompok orang-orang yang menyekutukan dengan-Nya.
Ketiga, dalam berdakwa Rasul tidak meminta imbalan dari mereka, justru sebaliknya Rasul sering membantu para sahabtnya yang tergolong tidak mampu. Seorang dluafa tidak bisa melangsungkan pernikahannya karena tidak punya uang untuk menyediakan mas kawin (mahar), lalu Rasul memberi sesuatu untuk mas kawin, sebagai salah satu persyaratan sahnya pernikahan. Dilain kesempatan ada seorang yang termiskin di wilayahnya terkena kifarat karena bersenggama dengan isterinya di bulan Ramadlan, lalu Rasul memberi kurma untuk membayar kifaratnya.
Keempat, keteladanan yang diberikan kepada para sahabat. Akhlak Rasul adalah al-qur’an. Bahkan Rasul Allah yang suci merupakan bentuk realisasi pengamalan al-qur’an, dan setiap kehidupan Nabi dijadikan contoh bagi umatnya. Rasul memerintah salat lima waktu dan Rasul memberi contoh cara salat yang baik dan benar.
Ketika al-qur’an memerintahkan bermusyawarah, lalu Rasul melakukannya dengan para sahabat, khususnya ketika menyelesaikan dan atau akan memutuskan perkara umatnyatu. Rasul Allah yang suci termasuk seorang insan yang sukses spektakuler di dalam mendakwakan agamanya. Adalah Rasul sebagai pembaharu (mujaddid), telah berhasil menciptakan sebuah sistem kehidupan baru, hanya dalam kurun waktu lebih kurang 23 tahun.
Kini ajaran Rasul yang sangat agung itu, membumi dan paling banyak diikuti oleh umat manusia di belahan dunia. Sejarah telah mengukir dengan tinta emas bahwa islam yang didakwahkan oleh Rasul lima belas abad silam, pernah mengglobal dan menguasai dunia lebih kurang delapan ratus tahun.
H. Mansyur, anggota asosiasi guru penulis PGRI Provinsi Jawa Barat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar