Jumat, 26 Maret 2010

MENUJU POLA HIDUP HEMAT

Oleh : H. Mansyur *)


KEHARUSAN membudayakan pola hidup hemat, bukan hanya golongan ekonomi menengah ke bawah. Tetapi, pada hakikatnya berlaku bagi semua orang. Hanya cara penghematannya yang berbeda. Jika orang kaya setiap akhir pekan sekeluarga makan di restauran tentu tidak termasuk pemborosan, lain halnya dengan keluarga yang penghasilannya pas-pasan. Jangankan setiap akhir pekan makan di restauran, setahun sekalipun tidak pernah di programkan.
Jadi. Pola hidup hemat, bukan karena jumlah rupiah yang banyak dikeluarkan setiap harinya, tetapi adanya keseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran. Meskipun pengeluarannya banyak, tapi saldonya masih banyak, tidak termasuk pemborosan alias tergolong pola hidup hemat.
Yang terpenting, jangan sapai lebih besar pasak dari pada tiang. Sabda Rasul: “Sungguh beruntung orang yang hemat lagi bekerja keras” (HR. Ahmad) Maka benar kata orang: “Jika anda tidak bisa menghargai uang satu rupiah, maka anda tidak akan bisa menghargai uang seribu rupiah”.
Penghematan
Ada banyak cara menyikapi menuju pola hidup hemat: 1) Program eliminasi atau penghilangan biaya: Kegiatan yang dianggap tidak perlu dilakukan, meskipun terlihat spele tetapi sarat dengan makna dalam menyikapi penghematan. Misalnya, membiasakan mematikan lampu pada saat seluruh anggota keluarga mulai tidur, dan mematikan TV ketika shalat. 2) Program pengurangan biaya atau reduksi: Misalnya apakah AC harus dihidupkan secara terus menerus selama 24 jam ? Ketika larut malam biasanya suhu udara mulai turun, anak-anak dan seluruh anggota keluarga sudah tidur. Saat itulah AC dimatikan, dan menggantinya dengan kipas angin, hal ini tidak mengurangi kenikmatan tidur. 3) Melakukan program subsitusi atau penggantian menekan biaya: Barang-barang keperluan rumah tangga dan perabot lainnya yang diimpor dari luar negeri, harganya jauh lebih mahal ketimbang buatan dalam negeri dan kualitasnya cukup bagus. Untuk penghematan, gunakanlah buatan dalam negeri. 4) Program komplementer atau penambahan untuk menekan biaya: Cara yang ke empat ini beda dengan poin 1 s.d 3. Khususnya bagi komunitas lansia, usahakan mengkonsumsi jus buah yang segar secara rutin. Hal ini, perlu biaya tambahan untuk membeli buah segar. Tetapi, ini adalah cara penghematan, sebab dengan rutin mengkonsumsi jus buah yang segar, kesehatan anggota tubuh menjadi sehat bugar, yang dengannya dapat mengurangi pengeluaran biaya kesehatan untuk berobat ke dokter.
Barang bekas
Masyarakat kita pada umunya kurang menghargai barang-barang bekas, setiap rumah pasti ada barang bekas yang bisa di uangkan. Katakanlah, botol kecap kosong, kardus dan barang bekas lainnya. Jika setiap menemukan barang bekas di rumah dan sekitarnya lalu dikumpulkan dengan baik selama satu tahun. Lalu dijual menjelang Hari Raya Idul Fitri. Kan, bisa menambah belanja dapur untuk sajian 1 Syawal.
Mungkin anda pernah melihat kotak tempat penjepit kertas (paper clips), isi dan ukurannya beragam. Didalam kotak tersebut, sejumlah penjepit kertas bekas yang dipergunakan kembali (didaur ulang). Untuk itu, kebiasaan membuang penjepit kertas yang sudah dipakai jangan terulang, sebaiknya dikumpulkan untuk dimanfaatkan kembali.
Hal yang sama, ketika anda memfoto copy sekian eksemplar makalah atau dokumen lainnya, ternyata nota pembayaran yang diberikan kepada anda terbuat dari kertas bekas yang sudah tidak dipakai lagi, semua itu cara hidup hemat.
Memang, sebutir pasir sangat tidak berarti dalam kehidupan, tetapi jika butiran-butiran pasir tersebut dikumpulkan dan dimenej dengan baik, hingga bertumpuk-tumpuk dan menggunung. Jika melihat tumpukan pasir sebanyak itu, dalam benak kita adalah uang jutaan rupiah.
Konon, masyarakat Barat pada umunya dan termasuk orang-orang kaya, mereka tidak merasa malu melakukan yard-sale atau grage-sale. Adalah mereka menjajakan barang-barang yang sudah tidak dipakai di halaman rumah dan /atau di garasi mobilnya. Barang-barang bekas mereka jual hanya untuk mengumpulkan uang sekian puluh dolar. Uang hasil penjualannya itu. dari sudut pandang manapun, terlihat kurang berarti dan bahkan sangat kurang berarti bagi si penjualnya. Tetapi, begitulah cara mereka dalam hal menghargai dolar.
Mengelola keuangan
Untuk merealisasikan pola hidup hemat, supaya menghindari kesalahan sekecil apapun dalam pengelolaan keuangan. Para pakar keuangan keluarga di Barat, telah diidentifikasi berbagai kesalahan pengelolaan keuangan. Hal ini, harus dihindari sehingga dapat mewujudkan pola hidup hemat, antara lain:
1. Kebiasaan berandai-andai, seseorang nekat membeli lotre dengan harapan akan mendapatkan hadiah utama, yang nilainya ratusan juta dan bahkan milyaran rupiah. Selain itu, dalam benak kita berharap mendapatkan harta warisan dalam jumlah yang sangat besar. Dan berhenti menabung, juga berhenti membayar hutang, menunggu saat yang lebih baik, baru akan menabung dan membayar hutang lagi.
2. Menunggu hujan turun padahal tidak memiliki payung, saat ini baru kita sadar bahwa keseluruhan biaya rutin bulanan yang harus dibayarkan setiap bulannya sekian x rupiah, sedangkan tidak ada lagi sisa uang untuk ditabung. Ada keluarga yang sakit dan harus berobat dengan biaya yang cukup mahal, saat itu kita baru sadar tidak mampu menyumbang biaya pengobatan tanpa berhutang. Terlebih orang tua kita sakit sedangkan tidak punya uang untuk membentu mereka. Dan bahkan biaya liburanpun harus menambah hutang padahal hutang sebelumnya, juga belum lunas.
3. Kebiasaan memberi makan “monster” (pos pengeluaran yang besar), kita mempunyai hutang 3x lebih besar ketimbang pendapatan kotor tahunan. Dengan begitu, setiap bulannya tidak bisa menabung, yang dengannya juga tidak bisa menyumbang kepada handai tolan yang sangat membutuhkan pertolongan. Akhirnya, hidup kita susah karena tidak bisa mengatur keuangan, dan justru keuanganlah yang mengatur kita.
4. Mengabaikan hubungan keuangan dengan kesehatan, ada banyak orang dan mungkin juga teramsuk kita, kurang peduli berolah raga secara rutin tiga kali dalam seminggu. Sehingga mengabaikan minuman kesehatan secara rutin, misalnya minuman mutli vitaman semacam suplmen mineral. Dengan begitu, kurang memperhatikan pentingnya melakukan tes kesehatan secara berkala. Akhirnya, keuangan dan kesehatan kita tidak stabil, yang dengannya badan menjadi kurus kering dan tidak bergairah lagi karena stress.
5. Kendaraan harus mencerminkan siapa kita ? Untuk menjaga gengsi, terpaksa kita harus membeli atau menyewa beli (leasing) mobil baru, padahal kita sudah memiliki kendaraan roda empat. Dan bahkan, mobil kita lebih dari satu yang tidak digunakan sedikitnya dua kali seminggu. Dengan begitu, pembayaran tahunan keseluruhan biaya kendaraan, lebih kurang dari 5% penghasilan kotor tahunan.
Adalah pola hidup hemat sangat berkaitan dengan masalah keuangan. Perihal itu, pembelajaran mengelola keuangan harus dilakukan secara terus menerus. Sehingga, perilaku pentingnya sadar akan biaya, dapat diimplementasikan dalam keseharian menuju pola hidup hemat. Hal ini, sangat membantu dalam mengatasi problema ekonomi dalam keluarga. Terlebih, saat ini harga sembako dan barang-barang lainnya terus meroket, seiring dengan semakin sulitnya mencari tambahan pendapatan.
Lalu bagaimana Pegawai Negeri Sipil (PNS) “yang bukan pejabat” ? Ekonomi PNS semakin terpuruk. Meskipun tahun 2010 yang akan datang, rencana pemerintah akan menaikkan gaji PNS sebesar 15% dari gaji pokok. Secara matematis, pendapatan PNS akan bertambah 15%. Namun, pada hakikatnya pendapatan mereka justru berkurang. Hal ini, karena kenaikkan harga sembako dan kebutuhan pokok lainnya, jauh lebih besar ketimbang kenaikkan gaji mereka.
Maka, kecakapan pengelolaan keuangan harus dilakukan oleh setiap anggota keluarga menuju pola hidup hemat. Sehingga efisiensi dan keefektifan pemanfaatan keuangan membawa berkah dan tidak terbuang sayang (mubazir), Wallahu ‘alam ***.
*) H. Mansyur: Anggota asosiasi guru penulis PGRI Provinsi Jawa Barat






























Oleh : H. Mansyur *)


KEHARUSAN membudayakan pola hidup hemat, bukan hanya golongan ekonomi menengah ke bawah. Tetapi, pada hakikatnya berlaku bagi semua orang. Hanya cara penghematannya yang berbeda. Jika orang kaya setiap akhir pekan sekeluarga makan di restauran tentu tidak termasuk pemborosan, lain halnya dengan keluarga yang penghasilannya pas-pasan. Jangankan setiap akhir pekan makan di restauran, setahun sekalipun tidak pernah di programkan.
Jadi. Pola hidup hemat, bukan karena jumlah rupiah yang banyak dikeluarkan setiap harinya, tetapi adanya keseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran. Meskipun pengeluarannya banyak, tapi saldonya masih banyak, tidak termasuk pemborosan alias tergolong pola hidup hemat.
Yang terpenting, jangan sapai lebih besar pasak dari pada tiang. Sabda Rasul: “Sungguh beruntung orang yang hemat lagi bekerja keras” (HR. Ahmad) Maka benar kata orang: “Jika anda tidak bisa menghargai uang satu rupiah, maka anda tidak akan bisa menghargai uang seribu rupiah”.
Penghematan
Ada banyak cara menyikapi menuju pola hidup hemat: 1) Program eliminasi atau penghilangan biaya: Kegiatan yang dianggap tidak perlu dilakukan, meskipun terlihat spele tetapi sarat dengan makna dalam menyikapi penghematan. Misalnya, membiasakan mematikan lampu pada saat seluruh anggota keluarga mulai tidur, dan mematikan TV ketika shalat. 2) Program pengurangan biaya atau reduksi: Misalnya apakah AC harus dihidupkan secara terus menerus selama 24 jam ? Ketika larut malam biasanya suhu udara mulai turun, anak-anak dan seluruh anggota keluarga sudah tidur. Saat itulah AC dimatikan, dan menggantinya dengan kipas angin, hal ini tidak mengurangi kenikmatan tidur. 3) Melakukan program subsitusi atau penggantian menekan biaya: Barang-barang keperluan rumah tangga dan perabot lainnya yang diimpor dari luar negeri, harganya jauh lebih mahal ketimbang buatan dalam negeri dan kualitasnya cukup bagus. Untuk penghematan, gunakanlah buatan dalam negeri. 4) Program komplementer atau penambahan untuk menekan biaya: Cara yang ke empat ini beda dengan poin 1 s.d 3. Khususnya bagi komunitas lansia, usahakan mengkonsumsi jus buah yang segar secara rutin. Hal ini, perlu biaya tambahan untuk membeli buah segar. Tetapi, ini adalah cara penghematan, sebab dengan rutin mengkonsumsi jus buah yang segar, kesehatan anggota tubuh menjadi sehat bugar, yang dengannya dapat mengurangi pengeluaran biaya kesehatan untuk berobat ke dokter.
Barang bekas
Masyarakat kita pada umunya kurang menghargai barang-barang bekas, setiap rumah pasti ada barang bekas yang bisa di uangkan. Katakanlah, botol kecap kosong, kardus dan barang bekas lainnya. Jika setiap menemukan barang bekas di rumah dan sekitarnya lalu dikumpulkan dengan baik selama satu tahun. Lalu dijual menjelang Hari Raya Idul Fitri. Kan, bisa menambah belanja dapur untuk sajian 1 Syawal.
Mungkin anda pernah melihat kotak tempat penjepit kertas (paper clips), isi dan ukurannya beragam. Didalam kotak tersebut, sejumlah penjepit kertas bekas yang dipergunakan kembali (didaur ulang). Untuk itu, kebiasaan membuang penjepit kertas yang sudah dipakai jangan terulang, sebaiknya dikumpulkan untuk dimanfaatkan kembali.
Hal yang sama, ketika anda memfoto copy sekian eksemplar makalah atau dokumen lainnya, ternyata nota pembayaran yang diberikan kepada anda terbuat dari kertas bekas yang sudah tidak dipakai lagi, semua itu cara hidup hemat.
Memang, sebutir pasir sangat tidak berarti dalam kehidupan, tetapi jika butiran-butiran pasir tersebut dikumpulkan dan dimenej dengan baik, hingga bertumpuk-tumpuk dan menggunung. Jika melihat tumpukan pasir sebanyak itu, dalam benak kita adalah uang jutaan rupiah.
Konon, masyarakat Barat pada umunya dan termasuk orang-orang kaya, mereka tidak merasa malu melakukan yard-sale atau grage-sale. Adalah mereka menjajakan barang-barang yang sudah tidak dipakai di halaman rumah dan /atau di garasi mobilnya. Barang-barang bekas mereka jual hanya untuk mengumpulkan uang sekian puluh dolar. Uang hasil penjualannya itu. dari sudut pandang manapun, terlihat kurang berarti dan bahkan sangat kurang berarti bagi si penjualnya. Tetapi, begitulah cara mereka dalam hal menghargai dolar.
Mengelola keuangan
Untuk merealisasikan pola hidup hemat, supaya menghindari kesalahan sekecil apapun dalam pengelolaan keuangan. Para pakar keuangan keluarga di Barat, telah diidentifikasi berbagai kesalahan pengelolaan keuangan. Hal ini, harus dihindari sehingga dapat mewujudkan pola hidup hemat, antara lain:
1. Kebiasaan berandai-andai, seseorang nekat membeli lotre dengan harapan akan mendapatkan hadiah utama, yang nilainya ratusan juta dan bahkan milyaran rupiah. Selain itu, dalam benak kita berharap mendapatkan harta warisan dalam jumlah yang sangat besar. Dan berhenti menabung, juga berhenti membayar hutang, menunggu saat yang lebih baik, baru akan menabung dan membayar hutang lagi.
2. Menunggu hujan turun padahal tidak memiliki payung, saat ini baru kita sadar bahwa keseluruhan biaya rutin bulanan yang harus dibayarkan setiap bulannya sekian x rupiah, sedangkan tidak ada lagi sisa uang untuk ditabung. Ada keluarga yang sakit dan harus berobat dengan biaya yang cukup mahal, saat itu kita baru sadar tidak mampu menyumbang biaya pengobatan tanpa berhutang. Terlebih orang tua kita sakit sedangkan tidak punya uang untuk membentu mereka. Dan bahkan biaya liburanpun harus menambah hutang padahal hutang sebelumnya, juga belum lunas.
3. Kebiasaan memberi makan “monster” (pos pengeluaran yang besar), kita mempunyai hutang 3x lebih besar ketimbang pendapatan kotor tahunan. Dengan begitu, setiap bulannya tidak bisa menabung, yang dengannya juga tidak bisa menyumbang kepada handai tolan yang sangat membutuhkan pertolongan. Akhirnya, hidup kita susah karena tidak bisa mengatur keuangan, dan justru keuanganlah yang mengatur kita.
4. Mengabaikan hubungan keuangan dengan kesehatan, ada banyak orang dan mungkin juga teramsuk kita, kurang peduli berolah raga secara rutin tiga kali dalam seminggu. Sehingga mengabaikan minuman kesehatan secara rutin, misalnya minuman mutli vitaman semacam suplmen mineral. Dengan begitu, kurang memperhatikan pentingnya melakukan tes kesehatan secara berkala. Akhirnya, keuangan dan kesehatan kita tidak stabil, yang dengannya badan menjadi kurus kering dan tidak bergairah lagi karena stress.
5. Kendaraan harus mencerminkan siapa kita ? Untuk menjaga gengsi, terpaksa kita harus membeli atau menyewa beli (leasing) mobil baru, padahal kita sudah memiliki kendaraan roda empat. Dan bahkan, mobil kita lebih dari satu yang tidak digunakan sedikitnya dua kali seminggu. Dengan begitu, pembayaran tahunan keseluruhan biaya kendaraan, lebih kurang dari 5% penghasilan kotor tahunan.
Adalah pola hidup hemat sangat berkaitan dengan masalah keuangan. Perihal itu, pembelajaran mengelola keuangan harus dilakukan secara terus menerus. Sehingga, perilaku pentingnya sadar akan biaya, dapat diimplementasikan dalam keseharian menuju pola hidup hemat. Hal ini, sangat membantu dalam mengatasi problema ekonomi dalam keluarga. Terlebih, saat ini harga sembako dan barang-barang lainnya terus meroket, seiring dengan semakin sulitnya mencari tambahan pendapatan.
Lalu bagaimana Pegawai Negeri Sipil (PNS) “yang bukan pejabat” ? Ekonomi PNS semakin terpuruk. Meskipun tahun 2010 yang akan datang, rencana pemerintah akan menaikkan gaji PNS sebesar 15% dari gaji pokok. Secara matematis, pendapatan PNS akan bertambah 15%. Namun, pada hakikatnya pendapatan mereka justru berkurang. Hal ini, karena kenaikkan harga sembako dan kebutuhan pokok lainnya, jauh lebih besar ketimbang kenaikkan gaji mereka.
Maka, kecakapan pengelolaan keuangan harus dilakukan oleh setiap anggota keluarga menuju pola hidup hemat. Sehingga efisiensi dan keefektifan pemanfaatan keuangan membawa berkah dan tidak terbuang sayang (mubazir), Wallahu ‘alam ***.
*) H. Mansyur: Anggota asosiasi guru penulis PGRI Provinsi Jawa Barat

WAKIL RAKYAT SEHARUSNYA PRO RAKYAT

Oleh H. Mansyur *)

WAKIL rakyat dan para politisi diharapkan tetap berpikir kritis dan rasional dalam menyikapi kebijakan pemerintah, sebagaimana ketika mereka belum duduk di eksekutif dan/ atau di legislatif. Masih segar dalam ingatan kita ketika masa kampanye, mereka dengan berbagai upaya yang dilakukan untuk meyakinkan kelompok pendukungnya, bahwa kelak ketika terpilih akan memperjuangakan nasib wong cilik. Katakanlah pendidikan gratis, sembako murah, peningkatan mutu pelayanan kesehatan, peningkatan gaji PNS dan hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat pada umumnya.
Para politisi yang sudah terpilih, saat ini ada yang duduk di eksekutif, di legislative dan di kabinet Indonesia bersatu ke dua. Mereka berasal dari rakyat, dan dipilih langsung oleh rakyat. Pada tanggal 1 Oktober 2009 silam mereka sudah dilantik. Impian dan obsesi mereka kini sudah menjadi kenyataan dan sudah beraktivitas di gedung DPR-MPR RI periode 2009 s.d 2014, mereka terlihat sangat bergengsi dan tergolong mewah. Betapa tidak, ketika acara serimonialnya dikawal oleh pasukan kemanan yang jumlahnya mencapai lebih kurang 3000 orang, dan menghabiskan biaya Rp 11 milyar hanya dalam waktu 2 jam.
Anggaran sebesar itu baru dana dari KPU. Sedangkan anggaran dari internal DPR sekitar Rp. 26 milyar atau sekitar Rp. 45, 5 juta per-anggota DPR untuk biaya pindah tugas (tiket keluarga anggota dewan dan biaya pengepakan barang-barang), khusus bagi anggota DPR yang baru terpilih dari luar Jakarta. (Keputusan Menteri Keuangan Nomor :7/KMK.02/2003)
Anggota DPR-RI periode 2009 s.d 2014 yang benar-benar baru, jumlahnya mencapai 7%. Mereka menjadi tumpuan harapan rakyat, untuk itu diharapkan tetap berpikir keritis rasional terhadap kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat. Karena baik buruknya nasib rakyat untuk lima tahun kedepan, sangat ditentukan oleh kebijakan pemerintah yang berkuasa saat ini.
Masalah
Persoalan rakyat yang terus menghantui mereka dan tak berkesudahan hingga kini, adalah mahalnya biaya pendidikan, harga barang-barang terus meroket, buruknya palayanan Asuransi Kesehatan (ASKES) bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS), sebagian jalan yang dilalui kendaraan umum rusak parah, sebagian wilayah perkotaan kucuran air PDAM tidak lancar. Perihal itu, beberapa bulan silam sebagian masyarakat beramai-ramai datang ke kantor PDAM kota Cirebon untuk berdemo, sebagai ungkapan protes dan ketidak puasan mereka sebagai pelanggan.
Sebagai buntut persoalan tersebut, bukannya mereka mendapat pencerahan dari pihak PDAM, tetapi justru sebagian masyarakat “Majasem” mendapat hukuman penalti, yaitu permohonan pemasangan baru tidak diindahkan oleh pihak PDAM kota Cirebon. Alasan penolakan, karena mereka sering berdemo ke kantor PDAM ketika air di wilayanya tidak mengalir. Sayangnya, ketika rakyat sangat membutuhkan pelayanan yang memerlukan bantuan moril, tak seorang pun dari wakil rakyat yang peduli secara serius untuk membantu kesulitan warga yang sedang mereka hadapi. Dan kalaupun ada suara pembelaan, lebih terkesan basa-basi politik sehingga keinginan sebagian warga untuk penyambungan pipa air bersih ke rumah-rumah mereka sempat tidak digubris oleh pihak PDAM.
Jika hal ini termasuk masalah hajat orang banyak yang harus segera diselesaikan. Lalu, adakah mekanisme yang cepat dan tepat untuk mengambil keputusan ? Kalau tidak ada aturan yang secara rinci mengatur hal seperti itu, sebenarnya dapat dilakukan aturan tambahan demi kemaslahatan dan kesejahteraan umat. Aturan tambahan mengacu pada Pancasila, sila ke empat dan ke lima menyebutkan: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan/ dalam permusyawartan perwakilan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Hal semacam itu jangan terulang, dan jika terulang kembali mohon kepada wakil rakyat berkenan mempasilitasi antara warga dengan pihak lembaga yang terkait. Bukankah Pemkot dalam hal ini Dinas Kesehatan Kota (DKK) menghimbau kepada seluruh warga kota supaya berperilaku hidup sehat dalam seluruh lini kehidupan, khususnya di dalam menggalakan dan membudayakan Mandi Cuci Kakus (MCK).
Hanyalah dengan air bersih, masyarakat bisa melaksanakan perilaku hidup sehat. Hal itu pula, Rasul Allah yang suci pernah bersabda: “Kebersihan bagian dari iman” “Kesucian bagian iman” dan “Sedekah yang paling utama (afdhol) adalah memberi air minum.
Air bersih merupakan kebutuhan pokok hidup dan kehidupan makhluk hidup, umat manusia dan makhluk hidup lainnya sangat membutuhkan air. Tersedianya air, seluruh aktivitas dapat berjalan normal. Mulai akan tidur hingga bangun dan akan tidur kembali, artinya setiap anggota keluarga membutuhkan air bersih.
Pro rakyat
Seharusnya anggota Dewan menyuarakan dan memperjuangkan kepentingan rakyat. Sembako merupakan kebutuhan primer, harga sembako yang terjangkau akan terbantu dalam mengatur ekonomi keluarga. Ironisnya, dari waktu ke waktu harga sembako dan kebutuhan rakyat lainnya, justru terus meningkat. Seiring dengan pendapatan rakyat tidak meningkat, akibatnya lebih banyak pengeluaran dari pada pendapatan. Seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) berpenghasilan 2,5 Juta. Setelah dipotong hutang koperasi dan hutang lainnya sisa 1,5 juta.
Sisa gaji 1,5 juta diperuntukan buat operasional dapur keluarga, keperluan anak sekolah, keperluan listrik, keperluan obat-obatan, keperluan telephone dll. Dengan begitu, keadaan ekonomi keluarga mengalami gonjang-ganjing. Akibatnya, untuk menutupi kepebutuhan sehari-hari terpaksa pinjam “uang” kesana kemari, alias gali lubang dan tutup lubang.
Kebijakan pemerintah pusat bahwa pada tahun 2010 ini akan menaikkan gaji PNS yang besarannya hanya 5% dari gaji pokok. Kebijakan tersebut seharusnya wakil rakyat mengusulkan kepada Presiden, bahwa kenaikan gaji PNS seharusnya 100%. Secara matematis penerimaan gaji PNS setiap bulannya akan bertambah 5%, tetapi pada hakikatnya justru berkurang. Hal ini, karena dipicu kenaikan harga-harga kebutuhan pokok dan barang-barang keperluan lainnya semakin meroket. Akibatnya kehidupan PNS “yang bukan pejabat” terlihat semakin terpuruk dan termarjinalkan.
Kita tidak menutup mata perjuangan wakil rakyat sudah dirasakan oleh sebagian rakyat, misalnya Bantuan Langsung Tunai (BLT), Raskin, Jamskin,Pinjaman lunak bagi pengusaha kecil, bebas biaya bulanan bagi SD/ SD-SLB/ MI/ SMP/ MTs. Namun, sampai saat ini perjuangan wakil rakyat dalam membantu PNS belum banyak dirsakan. Kalaupun ada sangat minim sekali.
Sementara para wakil rakyat terlihat sangat enjoy “berpoyah-poyah” menikmati uang negara dengan cara melakukan kunjungan keluar negeri dengan alasan melakukan studi banding, yang alokasi dananya dianggarkan dari APBN (Nota bene berasal dari uang rakyat). Seiring dengan itu, anggota Dewan secara bersama-sama untuk mengusulkan kenaikkan gaji mereka. Padahal, gaji dan pendapatan lainnya serba berkecukupan. Mereka wakil rakyat hidup dalam kemawahan, sementara PNS dan rakyat pada umumnya, hidupnya dibawah garis kemiskinan dan bahkan sebagian menderita.
Di tengah-tengah himpitan ekonomi rakyat yang tiada henti, tak disangka kita dikejutkan bahwa anggota DPR-RI dan MPR-RI menerima mobil dinas tergolong mewah dari pemerintah pusat yang nilainya 1,3 M/ unit. Mobil-mobil mewah tersebut jauh lebih mahal ketimbang dengan harga mobil inventaris anggota palemen di India, Belanda, dan Negara Jiran Malesiya. Padahal, negeri mereka jauh lebih makmur ketimbang negeri ini.
Fenomena gaya hidup mewah para wakil rakyat akan terus fenomenal kini dan di masa datang. Maka tak heran tidak sedikit orang yang berhasrat menjadi wakil rakyat. Terbukti pada Pemilu 2009 silam, animo dari partai-partai untuk mendaftar bakal calon legislatif cukup banyak. Mereka dari berbagai latar belakang profesi dan keilmuan. Dan bahkan tidak ketinggalan dari luar partai ikut mendaftar sebagai bakal calon, misalnya kalangan pengusaha, kalangan selebritis, dan dari kalangan praktisi profesi lainnya.
Masalahnya adalah, banyak partai yang belum mampu menjadi pabrikasi rekrutmen dan pengkaderan politikus. Padahal, setiap partai seharusnya penyuplai kader-kader untuk mengisi jabatan politik yang tersedia. Adalah menjadi wakil rakyat diperlukan intelektualitas yang memadai dan berwawasan luas. Sebab, keseharian wakil rakyat sarat dengan bersidang.
Ada benarnya kata Gusdur (almarhum), bahwa angora DPR seperti anak TK. Ungkapan mantan Presiden yang ke IV itu sangat dirasakan oleh mantan anggota DPR-RI Moh Mahfud MD. Bahwa pada hari-hari pertama sidang DPR yang diperlukan adalah keahlian rebutan ngomong melalui interupsi yang salah kaprah. Bayangkan, sidang baru dibuka oleh pimpinan sidang sudah terdengar teriakan interupsi. Padahal interupsi dalam persidangan hanya dapat dilakukan untuk meluruskan pembicaraan yang melenceng.
Lebih celakanya lagi, dalam menyebutkan interupsi-pun banyak yang salah . Ada yang menyebutkan instruksi, insterupsi, intruksi dan bahkan ada yang meneriakan interaksi tanpa kikuk. Dengan begitu, ada interupsi untuk mengingatkan bahwa DPR adalah forum terhormat. Artinya apa ? Bahwa mereka harus cakap berargumentasi, berpikir kritis dan ilmiah. Khususnya, pro menyuarakan kepentingan rakyat***.
*) H. Mansyur: Anggota asosiasi guru penulis PGRI Provinsi Jawa Barat.

UN MASIH MENYISAKAN MASALAH

Oleh : H. Mansyur*)

PELAKSANAAN Ujian Nasional (UN), hingga kini masih menyisakan sejumlah masalah. Indikator yang mengarah ke arah itu, sejumlah stakeholder pendidikan dan bahkan HN. Qomar selaku anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat ikut nimbrung seraya memberikan pencerahan melalui media cetak di kota Udang. Pada intinya mengatakan begini: Bahwa UN bukan untuk diperdebatkan tapi untuk dilaksanakan.
Menurut pelawak senior yang saat ini duduk di Legislatif Faraksi Partai Demokrat, bahwa alasan Pemerintah pelaksanaan UN mengacu kepada UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, meskipun disana tidak secara eksplisit menyebut UN. Yang ada kata evaluasi (pasal 57 s.d 59). Menurut HN. Qomar, bahwa kata UN ada pada PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (pasal 66 s.d 71).
Jadi, secara yuridis formal UN yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat, dalam hal ini Menteri Pendidikan Nasional selaku pembuat kebijakan pendidikan secara makro kekuatan hukumnya sudah jelas. Walaupun demikian, hingga kini reaksi publik masih sering muncul memerotes pelaksanaan UN, dan bahkan Keputusan Mendiknas sempat digugat oleh para praktisi pendidikan dengan mengajukan ke Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Masih dalam suasana hangat dalam perbincangan seputar pelaksanaan UN, saat itu Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan peraturan Menteri, sebagai upaya untuk menjustifikasi dasar hukum pelaksanaan UN. Protes publik bukannya tambah surut, tetapi justru semakin memanas, hal ini adanya intervensi dari Komisi X DPR-RI yang membidangi pendidikan. Bahwa pelaksanaan UN kontradiksi dengan UU Sisdiknas, sedangkan payung hukumnya hanya berupa peraturan Menteri dinilai tidak representatif melegalisasi UN.
Majelis hakim Mahkamah Agung dalam putusannya tanggal 2 Desember 2005 menyatakan: Keputusan Mendiknas Nomor 153/U/2003 tidak bertentangan dengan UU Sisdiknas. Sebab, dalam Pasal 57 ayat (11) dinyatakan bahwa evaluasi yang dilakukan oleh Pemerintah dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara Nasional sebagai bentuk akuntabilitas publik. Padahal keputuhan Mahkamah Agung tersebut dimaksudkan untuk UAN tahun 2004, namun Pemerintah memandang bahwa pelaksanaan UN tidak bertentangan dengan UU Sisdiknas. Dan bahkan lebih dari itu, Pemerintah mendorong dalam melaksanakan tugas guna menentukan kebijakan Nasional pendidikan dan standar Nasional Pendidikan.
Kontroversi
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 58 ayat (1) menyebutkan bahwa evaluasi belajar peserta didik dilakukan oleh para guru selaku pendidik pengajar, untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil relajar peserta didik secara berkesinambungan.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP tahun 2006), adalah kurikulum yang dibuat dan diajarkan oleh guru di masing-masing sekolah. Kurikulum tersebut, mensyaratkan bahwa seluruh bahan ajar, tidak harus seragam secara Nasional, tidak harus seragam dalam satu wilayah Provinsi, tidak harus seragakam dalam satu Kabupaten/ Kota, tidak harus seragam dalam satu kecamatan, dan tidak harus seragam dalam satu Gugus atau wilayah kelurahan.
Bahan ajar supaya disesuaikan dengan lingkungan sekolah dan latar belakang masyarakatnya. Masyarakat anak-anak nelayan bahan ajarnya tidak sama dengan masyarakat anak-anak petani, masyarakat anak-anak di lingkungan industri bahan ajarnya tidak sama dengan masyarakat anak-anak di lingkungan perdagangan. Dengan begitu, bahan evaluasi atau ujian adalah hak masing-masing sekolah sebagai penyelenggara pendidikan.
Dari sanalah akar masalahnya sering menuai kontroversial pelaksanaan evaluasi belajar secara Nasional atau UN. Pemerintah sangat terlihat memaksakan kehendak, kurang aspiratif dari kehendak para guru sebagai orang lapangan.
Dari sekian banyak kasus dan insiden yang menimpa sejumlah siswa yang tidak lulus UN tahun ajaran 2008/ 2009, merlalui tayangan TV siswa terlihat histeris dan bahkan ada yang stres. Padahal menurut pengakuan mereka adalah termasuk siswa yang kompeten. Kompetensi mereka terbukti lulus ketika mengikuti ujian masuk ke Perguruan Tinggi Negeri.
Peserta UN tahun ajaran 2009/ 2010 yang tidak lulus, tidak lagi mengikuti paket C sebagaimana tahun-tahun sebelumnya. Tetapi, mereka akan mengikuti ujian susulan. Paket C dan ujian susulan keduanya identik hanya nama yang berlainan.
Perlakuan UN tidak proforsional terhadap peserta didik, mereka telah belajar selama 3 tahun, hanya dalam waktu 3 hari ada salah satu mata pelajaran yang nilainya lebih rendah dari kriteria ketuntasan minimal standar kelulusan secara Nasional, maka siswa yang bersangkutan dinyatakan tidak lulus dan gagal. Jika ujian hanya 3 mata pelajaran dijadikan stándar kelulusan, berarti prosesi pembelajaran selama bertahun-tahun di sekolah menjadi sia-sia.
Konon, Maradona nilai matematikanya dibawah 5 (under five), tetapi memiliki kaki emas, alias bintang sepak bola world class di zamannya, dan ia kaya raya karenanya. Rudi Hartono bukan orang yang ahli matemetika, tetapi ia memiliki tangan emas, alias bintang bulu tangkis world class di eranya, dan kini termasuk orang sukses karenanya. Inul Daranista juga tidak jago matematika, tetapi ia memilki suara emas, alias seorang artis world class, dan kini tergolong miliarder. Dan masih terdapat jutaan anak lainnya yang tidak jago matematika, namur mereka termasuk orang-orang sukses. Jangankan insan-insan negeri ini, bangsa lain pun termasuk wong Inggris banyak yang tidak suka matematika.
Jika Pemerintah berkepentingan untuik mengetahui kompetensi siswa pada mata pelajaran tertentu tidak harus melalui UN. Tetapi dapat dilakukan dengan cara test secara nasional dengan tetap tidak menghubungkan kelulusan siswa. Dengan, begitu UN tidak lagi menjadi momok yang sangat menakutkan bagi anak-anak bangsa ini.
Kesalahan
Pelaksanaan UN tahun 2010 ini masih terjadi kesalahan yang klasik sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, misalnya Dinas Pendidikan Kota Medan, selasa (23/3) mendadak mengumpulkan seluruh Kepala Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat, menyusul ditemukannya bocornya soal-soal UN.
Dugaan kebocoran dan kasus tertukarnya naskah soal UN juga merebak pada hari kedua pelaksanaan UN tingkat SMA, Selasa (23/3). Setelah Medan, kasus kecurangan itu terjadi di Jambi, Aceh, Banten dan Jawa Timur (Suara Karya). Terkait dengan hal itu, Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Djemari Mardapi mengatakan, pihaknya akan terus menelusuri berbagai temuan kecurangan yang dilaporkan baik oleh masyarakat, tim pemantau independen dari perguruan tinggi maupun tim BSNP.
Sementara itu di Kota Serang, Banten, tujuh orang siswa dari SMAN I dan SMAN 3 Kota Serang diamankan polisi untuk dimintai keterangan, karena mereka diduga menerima bocoran jawaban soal Ujian Nasional 2010. Kepala Kepolisian Resort (Kapolres) Serang AKBP Indra Gautama di Serang, Selasa mengatakan, ke tujuh siswa tersebut dimintai keterangan polisi karena diduga menerima bocoran jawaban soal UN pada hari ke dua melalui pesan singkat (SMS) yang dikirimkan orang yang diduga telah memberikan jawaban soal tersebut. "Tujuh orang siswa ini diduga hanya menjadi korban, karena mereka juga harus menyetorkan sejumlah uang kepada orang yang memberikan jawaban tersebut," kata Indra Gautama.
Tujuh siswa yang dimintai keterangan tersebut berinisial DD, EK, LK, HS, HR, IM dan HY yang berasal dari siswa SMAN I dan SMAN 3 Kota Serang. Mereka mengaku menyerahkan uang masing-masing sebesar Rp 50 ribu yang dikumpulkan melalui kordinator sekolah masing-masing untuk diserahkan kepada orang yang memberikan jawaban itu. Pengakuan salah seorang siswa, uang yang sudah disetor kepada orang yang diduga memberikan jawaban tersebut sudah mencapai sekitar Rp 22 juta," kata Indra.
Sementara dari Aceh, Koalisi Barisan Guru Bersatu (KoBar GB) menyatakan, ada indikasi kebocoran soal UN di kota Serambi Mekkah tersebut. Hasil pengakuan sejumlah siswa, jawaban soal UN sudah beredar di kalangan satu hari sebelum pelaksanaan UN. Para siswa mengaku tim pengawas tidak melarang siswa membawa HP ke ruang ujian, yang memudahkan siswa untuk berbagi jawaban UN," kata ketua presidium KoBar GB Aceh, Sayuthi Aulia Yusuf, di Banda Aceh, Selasa (23/3). Sayuthi mengaku pihaknya memiliki bukti fisik kunci jawaban UN yang diambil dari HP siswa***.
(Sumber internet dan lainnya)
*) H. Mansyur, anggota asosiasi guru penulis Provinsi Jawa Barat.
.