Jumat, 26 Maret 2010

WAKIL RAKYAT SEHARUSNYA PRO RAKYAT

Oleh H. Mansyur *)

WAKIL rakyat dan para politisi diharapkan tetap berpikir kritis dan rasional dalam menyikapi kebijakan pemerintah, sebagaimana ketika mereka belum duduk di eksekutif dan/ atau di legislatif. Masih segar dalam ingatan kita ketika masa kampanye, mereka dengan berbagai upaya yang dilakukan untuk meyakinkan kelompok pendukungnya, bahwa kelak ketika terpilih akan memperjuangakan nasib wong cilik. Katakanlah pendidikan gratis, sembako murah, peningkatan mutu pelayanan kesehatan, peningkatan gaji PNS dan hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat pada umumnya.
Para politisi yang sudah terpilih, saat ini ada yang duduk di eksekutif, di legislative dan di kabinet Indonesia bersatu ke dua. Mereka berasal dari rakyat, dan dipilih langsung oleh rakyat. Pada tanggal 1 Oktober 2009 silam mereka sudah dilantik. Impian dan obsesi mereka kini sudah menjadi kenyataan dan sudah beraktivitas di gedung DPR-MPR RI periode 2009 s.d 2014, mereka terlihat sangat bergengsi dan tergolong mewah. Betapa tidak, ketika acara serimonialnya dikawal oleh pasukan kemanan yang jumlahnya mencapai lebih kurang 3000 orang, dan menghabiskan biaya Rp 11 milyar hanya dalam waktu 2 jam.
Anggaran sebesar itu baru dana dari KPU. Sedangkan anggaran dari internal DPR sekitar Rp. 26 milyar atau sekitar Rp. 45, 5 juta per-anggota DPR untuk biaya pindah tugas (tiket keluarga anggota dewan dan biaya pengepakan barang-barang), khusus bagi anggota DPR yang baru terpilih dari luar Jakarta. (Keputusan Menteri Keuangan Nomor :7/KMK.02/2003)
Anggota DPR-RI periode 2009 s.d 2014 yang benar-benar baru, jumlahnya mencapai 7%. Mereka menjadi tumpuan harapan rakyat, untuk itu diharapkan tetap berpikir keritis rasional terhadap kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat. Karena baik buruknya nasib rakyat untuk lima tahun kedepan, sangat ditentukan oleh kebijakan pemerintah yang berkuasa saat ini.
Masalah
Persoalan rakyat yang terus menghantui mereka dan tak berkesudahan hingga kini, adalah mahalnya biaya pendidikan, harga barang-barang terus meroket, buruknya palayanan Asuransi Kesehatan (ASKES) bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS), sebagian jalan yang dilalui kendaraan umum rusak parah, sebagian wilayah perkotaan kucuran air PDAM tidak lancar. Perihal itu, beberapa bulan silam sebagian masyarakat beramai-ramai datang ke kantor PDAM kota Cirebon untuk berdemo, sebagai ungkapan protes dan ketidak puasan mereka sebagai pelanggan.
Sebagai buntut persoalan tersebut, bukannya mereka mendapat pencerahan dari pihak PDAM, tetapi justru sebagian masyarakat “Majasem” mendapat hukuman penalti, yaitu permohonan pemasangan baru tidak diindahkan oleh pihak PDAM kota Cirebon. Alasan penolakan, karena mereka sering berdemo ke kantor PDAM ketika air di wilayanya tidak mengalir. Sayangnya, ketika rakyat sangat membutuhkan pelayanan yang memerlukan bantuan moril, tak seorang pun dari wakil rakyat yang peduli secara serius untuk membantu kesulitan warga yang sedang mereka hadapi. Dan kalaupun ada suara pembelaan, lebih terkesan basa-basi politik sehingga keinginan sebagian warga untuk penyambungan pipa air bersih ke rumah-rumah mereka sempat tidak digubris oleh pihak PDAM.
Jika hal ini termasuk masalah hajat orang banyak yang harus segera diselesaikan. Lalu, adakah mekanisme yang cepat dan tepat untuk mengambil keputusan ? Kalau tidak ada aturan yang secara rinci mengatur hal seperti itu, sebenarnya dapat dilakukan aturan tambahan demi kemaslahatan dan kesejahteraan umat. Aturan tambahan mengacu pada Pancasila, sila ke empat dan ke lima menyebutkan: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan/ dalam permusyawartan perwakilan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Hal semacam itu jangan terulang, dan jika terulang kembali mohon kepada wakil rakyat berkenan mempasilitasi antara warga dengan pihak lembaga yang terkait. Bukankah Pemkot dalam hal ini Dinas Kesehatan Kota (DKK) menghimbau kepada seluruh warga kota supaya berperilaku hidup sehat dalam seluruh lini kehidupan, khususnya di dalam menggalakan dan membudayakan Mandi Cuci Kakus (MCK).
Hanyalah dengan air bersih, masyarakat bisa melaksanakan perilaku hidup sehat. Hal itu pula, Rasul Allah yang suci pernah bersabda: “Kebersihan bagian dari iman” “Kesucian bagian iman” dan “Sedekah yang paling utama (afdhol) adalah memberi air minum.
Air bersih merupakan kebutuhan pokok hidup dan kehidupan makhluk hidup, umat manusia dan makhluk hidup lainnya sangat membutuhkan air. Tersedianya air, seluruh aktivitas dapat berjalan normal. Mulai akan tidur hingga bangun dan akan tidur kembali, artinya setiap anggota keluarga membutuhkan air bersih.
Pro rakyat
Seharusnya anggota Dewan menyuarakan dan memperjuangkan kepentingan rakyat. Sembako merupakan kebutuhan primer, harga sembako yang terjangkau akan terbantu dalam mengatur ekonomi keluarga. Ironisnya, dari waktu ke waktu harga sembako dan kebutuhan rakyat lainnya, justru terus meningkat. Seiring dengan pendapatan rakyat tidak meningkat, akibatnya lebih banyak pengeluaran dari pada pendapatan. Seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) berpenghasilan 2,5 Juta. Setelah dipotong hutang koperasi dan hutang lainnya sisa 1,5 juta.
Sisa gaji 1,5 juta diperuntukan buat operasional dapur keluarga, keperluan anak sekolah, keperluan listrik, keperluan obat-obatan, keperluan telephone dll. Dengan begitu, keadaan ekonomi keluarga mengalami gonjang-ganjing. Akibatnya, untuk menutupi kepebutuhan sehari-hari terpaksa pinjam “uang” kesana kemari, alias gali lubang dan tutup lubang.
Kebijakan pemerintah pusat bahwa pada tahun 2010 ini akan menaikkan gaji PNS yang besarannya hanya 5% dari gaji pokok. Kebijakan tersebut seharusnya wakil rakyat mengusulkan kepada Presiden, bahwa kenaikan gaji PNS seharusnya 100%. Secara matematis penerimaan gaji PNS setiap bulannya akan bertambah 5%, tetapi pada hakikatnya justru berkurang. Hal ini, karena dipicu kenaikan harga-harga kebutuhan pokok dan barang-barang keperluan lainnya semakin meroket. Akibatnya kehidupan PNS “yang bukan pejabat” terlihat semakin terpuruk dan termarjinalkan.
Kita tidak menutup mata perjuangan wakil rakyat sudah dirasakan oleh sebagian rakyat, misalnya Bantuan Langsung Tunai (BLT), Raskin, Jamskin,Pinjaman lunak bagi pengusaha kecil, bebas biaya bulanan bagi SD/ SD-SLB/ MI/ SMP/ MTs. Namun, sampai saat ini perjuangan wakil rakyat dalam membantu PNS belum banyak dirsakan. Kalaupun ada sangat minim sekali.
Sementara para wakil rakyat terlihat sangat enjoy “berpoyah-poyah” menikmati uang negara dengan cara melakukan kunjungan keluar negeri dengan alasan melakukan studi banding, yang alokasi dananya dianggarkan dari APBN (Nota bene berasal dari uang rakyat). Seiring dengan itu, anggota Dewan secara bersama-sama untuk mengusulkan kenaikkan gaji mereka. Padahal, gaji dan pendapatan lainnya serba berkecukupan. Mereka wakil rakyat hidup dalam kemawahan, sementara PNS dan rakyat pada umumnya, hidupnya dibawah garis kemiskinan dan bahkan sebagian menderita.
Di tengah-tengah himpitan ekonomi rakyat yang tiada henti, tak disangka kita dikejutkan bahwa anggota DPR-RI dan MPR-RI menerima mobil dinas tergolong mewah dari pemerintah pusat yang nilainya 1,3 M/ unit. Mobil-mobil mewah tersebut jauh lebih mahal ketimbang dengan harga mobil inventaris anggota palemen di India, Belanda, dan Negara Jiran Malesiya. Padahal, negeri mereka jauh lebih makmur ketimbang negeri ini.
Fenomena gaya hidup mewah para wakil rakyat akan terus fenomenal kini dan di masa datang. Maka tak heran tidak sedikit orang yang berhasrat menjadi wakil rakyat. Terbukti pada Pemilu 2009 silam, animo dari partai-partai untuk mendaftar bakal calon legislatif cukup banyak. Mereka dari berbagai latar belakang profesi dan keilmuan. Dan bahkan tidak ketinggalan dari luar partai ikut mendaftar sebagai bakal calon, misalnya kalangan pengusaha, kalangan selebritis, dan dari kalangan praktisi profesi lainnya.
Masalahnya adalah, banyak partai yang belum mampu menjadi pabrikasi rekrutmen dan pengkaderan politikus. Padahal, setiap partai seharusnya penyuplai kader-kader untuk mengisi jabatan politik yang tersedia. Adalah menjadi wakil rakyat diperlukan intelektualitas yang memadai dan berwawasan luas. Sebab, keseharian wakil rakyat sarat dengan bersidang.
Ada benarnya kata Gusdur (almarhum), bahwa angora DPR seperti anak TK. Ungkapan mantan Presiden yang ke IV itu sangat dirasakan oleh mantan anggota DPR-RI Moh Mahfud MD. Bahwa pada hari-hari pertama sidang DPR yang diperlukan adalah keahlian rebutan ngomong melalui interupsi yang salah kaprah. Bayangkan, sidang baru dibuka oleh pimpinan sidang sudah terdengar teriakan interupsi. Padahal interupsi dalam persidangan hanya dapat dilakukan untuk meluruskan pembicaraan yang melenceng.
Lebih celakanya lagi, dalam menyebutkan interupsi-pun banyak yang salah . Ada yang menyebutkan instruksi, insterupsi, intruksi dan bahkan ada yang meneriakan interaksi tanpa kikuk. Dengan begitu, ada interupsi untuk mengingatkan bahwa DPR adalah forum terhormat. Artinya apa ? Bahwa mereka harus cakap berargumentasi, berpikir kritis dan ilmiah. Khususnya, pro menyuarakan kepentingan rakyat***.
*) H. Mansyur: Anggota asosiasi guru penulis PGRI Provinsi Jawa Barat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar