Jumat, 26 Maret 2010

UN MASIH MENYISAKAN MASALAH

Oleh : H. Mansyur*)

PELAKSANAAN Ujian Nasional (UN), hingga kini masih menyisakan sejumlah masalah. Indikator yang mengarah ke arah itu, sejumlah stakeholder pendidikan dan bahkan HN. Qomar selaku anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat ikut nimbrung seraya memberikan pencerahan melalui media cetak di kota Udang. Pada intinya mengatakan begini: Bahwa UN bukan untuk diperdebatkan tapi untuk dilaksanakan.
Menurut pelawak senior yang saat ini duduk di Legislatif Faraksi Partai Demokrat, bahwa alasan Pemerintah pelaksanaan UN mengacu kepada UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, meskipun disana tidak secara eksplisit menyebut UN. Yang ada kata evaluasi (pasal 57 s.d 59). Menurut HN. Qomar, bahwa kata UN ada pada PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (pasal 66 s.d 71).
Jadi, secara yuridis formal UN yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat, dalam hal ini Menteri Pendidikan Nasional selaku pembuat kebijakan pendidikan secara makro kekuatan hukumnya sudah jelas. Walaupun demikian, hingga kini reaksi publik masih sering muncul memerotes pelaksanaan UN, dan bahkan Keputusan Mendiknas sempat digugat oleh para praktisi pendidikan dengan mengajukan ke Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Masih dalam suasana hangat dalam perbincangan seputar pelaksanaan UN, saat itu Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan peraturan Menteri, sebagai upaya untuk menjustifikasi dasar hukum pelaksanaan UN. Protes publik bukannya tambah surut, tetapi justru semakin memanas, hal ini adanya intervensi dari Komisi X DPR-RI yang membidangi pendidikan. Bahwa pelaksanaan UN kontradiksi dengan UU Sisdiknas, sedangkan payung hukumnya hanya berupa peraturan Menteri dinilai tidak representatif melegalisasi UN.
Majelis hakim Mahkamah Agung dalam putusannya tanggal 2 Desember 2005 menyatakan: Keputusan Mendiknas Nomor 153/U/2003 tidak bertentangan dengan UU Sisdiknas. Sebab, dalam Pasal 57 ayat (11) dinyatakan bahwa evaluasi yang dilakukan oleh Pemerintah dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara Nasional sebagai bentuk akuntabilitas publik. Padahal keputuhan Mahkamah Agung tersebut dimaksudkan untuk UAN tahun 2004, namun Pemerintah memandang bahwa pelaksanaan UN tidak bertentangan dengan UU Sisdiknas. Dan bahkan lebih dari itu, Pemerintah mendorong dalam melaksanakan tugas guna menentukan kebijakan Nasional pendidikan dan standar Nasional Pendidikan.
Kontroversi
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 58 ayat (1) menyebutkan bahwa evaluasi belajar peserta didik dilakukan oleh para guru selaku pendidik pengajar, untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil relajar peserta didik secara berkesinambungan.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP tahun 2006), adalah kurikulum yang dibuat dan diajarkan oleh guru di masing-masing sekolah. Kurikulum tersebut, mensyaratkan bahwa seluruh bahan ajar, tidak harus seragam secara Nasional, tidak harus seragam dalam satu wilayah Provinsi, tidak harus seragakam dalam satu Kabupaten/ Kota, tidak harus seragam dalam satu kecamatan, dan tidak harus seragam dalam satu Gugus atau wilayah kelurahan.
Bahan ajar supaya disesuaikan dengan lingkungan sekolah dan latar belakang masyarakatnya. Masyarakat anak-anak nelayan bahan ajarnya tidak sama dengan masyarakat anak-anak petani, masyarakat anak-anak di lingkungan industri bahan ajarnya tidak sama dengan masyarakat anak-anak di lingkungan perdagangan. Dengan begitu, bahan evaluasi atau ujian adalah hak masing-masing sekolah sebagai penyelenggara pendidikan.
Dari sanalah akar masalahnya sering menuai kontroversial pelaksanaan evaluasi belajar secara Nasional atau UN. Pemerintah sangat terlihat memaksakan kehendak, kurang aspiratif dari kehendak para guru sebagai orang lapangan.
Dari sekian banyak kasus dan insiden yang menimpa sejumlah siswa yang tidak lulus UN tahun ajaran 2008/ 2009, merlalui tayangan TV siswa terlihat histeris dan bahkan ada yang stres. Padahal menurut pengakuan mereka adalah termasuk siswa yang kompeten. Kompetensi mereka terbukti lulus ketika mengikuti ujian masuk ke Perguruan Tinggi Negeri.
Peserta UN tahun ajaran 2009/ 2010 yang tidak lulus, tidak lagi mengikuti paket C sebagaimana tahun-tahun sebelumnya. Tetapi, mereka akan mengikuti ujian susulan. Paket C dan ujian susulan keduanya identik hanya nama yang berlainan.
Perlakuan UN tidak proforsional terhadap peserta didik, mereka telah belajar selama 3 tahun, hanya dalam waktu 3 hari ada salah satu mata pelajaran yang nilainya lebih rendah dari kriteria ketuntasan minimal standar kelulusan secara Nasional, maka siswa yang bersangkutan dinyatakan tidak lulus dan gagal. Jika ujian hanya 3 mata pelajaran dijadikan stándar kelulusan, berarti prosesi pembelajaran selama bertahun-tahun di sekolah menjadi sia-sia.
Konon, Maradona nilai matematikanya dibawah 5 (under five), tetapi memiliki kaki emas, alias bintang sepak bola world class di zamannya, dan ia kaya raya karenanya. Rudi Hartono bukan orang yang ahli matemetika, tetapi ia memiliki tangan emas, alias bintang bulu tangkis world class di eranya, dan kini termasuk orang sukses karenanya. Inul Daranista juga tidak jago matematika, tetapi ia memilki suara emas, alias seorang artis world class, dan kini tergolong miliarder. Dan masih terdapat jutaan anak lainnya yang tidak jago matematika, namur mereka termasuk orang-orang sukses. Jangankan insan-insan negeri ini, bangsa lain pun termasuk wong Inggris banyak yang tidak suka matematika.
Jika Pemerintah berkepentingan untuik mengetahui kompetensi siswa pada mata pelajaran tertentu tidak harus melalui UN. Tetapi dapat dilakukan dengan cara test secara nasional dengan tetap tidak menghubungkan kelulusan siswa. Dengan, begitu UN tidak lagi menjadi momok yang sangat menakutkan bagi anak-anak bangsa ini.
Kesalahan
Pelaksanaan UN tahun 2010 ini masih terjadi kesalahan yang klasik sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, misalnya Dinas Pendidikan Kota Medan, selasa (23/3) mendadak mengumpulkan seluruh Kepala Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat, menyusul ditemukannya bocornya soal-soal UN.
Dugaan kebocoran dan kasus tertukarnya naskah soal UN juga merebak pada hari kedua pelaksanaan UN tingkat SMA, Selasa (23/3). Setelah Medan, kasus kecurangan itu terjadi di Jambi, Aceh, Banten dan Jawa Timur (Suara Karya). Terkait dengan hal itu, Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Djemari Mardapi mengatakan, pihaknya akan terus menelusuri berbagai temuan kecurangan yang dilaporkan baik oleh masyarakat, tim pemantau independen dari perguruan tinggi maupun tim BSNP.
Sementara itu di Kota Serang, Banten, tujuh orang siswa dari SMAN I dan SMAN 3 Kota Serang diamankan polisi untuk dimintai keterangan, karena mereka diduga menerima bocoran jawaban soal Ujian Nasional 2010. Kepala Kepolisian Resort (Kapolres) Serang AKBP Indra Gautama di Serang, Selasa mengatakan, ke tujuh siswa tersebut dimintai keterangan polisi karena diduga menerima bocoran jawaban soal UN pada hari ke dua melalui pesan singkat (SMS) yang dikirimkan orang yang diduga telah memberikan jawaban soal tersebut. "Tujuh orang siswa ini diduga hanya menjadi korban, karena mereka juga harus menyetorkan sejumlah uang kepada orang yang memberikan jawaban tersebut," kata Indra Gautama.
Tujuh siswa yang dimintai keterangan tersebut berinisial DD, EK, LK, HS, HR, IM dan HY yang berasal dari siswa SMAN I dan SMAN 3 Kota Serang. Mereka mengaku menyerahkan uang masing-masing sebesar Rp 50 ribu yang dikumpulkan melalui kordinator sekolah masing-masing untuk diserahkan kepada orang yang memberikan jawaban itu. Pengakuan salah seorang siswa, uang yang sudah disetor kepada orang yang diduga memberikan jawaban tersebut sudah mencapai sekitar Rp 22 juta," kata Indra.
Sementara dari Aceh, Koalisi Barisan Guru Bersatu (KoBar GB) menyatakan, ada indikasi kebocoran soal UN di kota Serambi Mekkah tersebut. Hasil pengakuan sejumlah siswa, jawaban soal UN sudah beredar di kalangan satu hari sebelum pelaksanaan UN. Para siswa mengaku tim pengawas tidak melarang siswa membawa HP ke ruang ujian, yang memudahkan siswa untuk berbagi jawaban UN," kata ketua presidium KoBar GB Aceh, Sayuthi Aulia Yusuf, di Banda Aceh, Selasa (23/3). Sayuthi mengaku pihaknya memiliki bukti fisik kunci jawaban UN yang diambil dari HP siswa***.
(Sumber internet dan lainnya)
*) H. Mansyur, anggota asosiasi guru penulis Provinsi Jawa Barat.
.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar